• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Emosi Membara, Dompet Terbakar: Kisah Tragis Penipuan Keuangan.

img

Beritajitu.net Semoga kamu tetap berbahagia ya, Kini saya ingin menjelaskan lebih dalam tentang Economy, News, Indonesia, Dunia. Artikel Yang Menjelaskan Economy, News, Indonesia, Dunia Emosi Membara Dompet Terbakar Kisah Tragis Penipuan Keuangan Pastikan Anda menyimak sampai kalimat penutup.

    Table of Contents

Era 1980-an di Wall Street, yang sering digambarkan sebagai masa keserakahan, terus menjadi studi kasus menarik tentang bagaimana ambisi dapat berujung pada penipuan. Kisah-kisah seperti yang diceritakan dalam Billionaire Boys Club dan buku Barbarians at the Gate memberikan gambaran tentang budaya yang didorong oleh keinginan untuk kekayaan instan.

Menurut David Smith, seorang profesor ekonomi di Pepperdine Graziadio School of Business, tema keserakahan terus berulang sepanjang sejarah keuangan, meskipun dalam bentuk dan motif yang berbeda. Keserakahan, dalam bentuknya yang paling murni, adalah keinginan untuk mengakumulasi kekayaan, dan dorongan ini dapat memotivasi seseorang untuk melakukan penipuan.

Anat Admati, seorang profesor keuangan dan ekonomi di Stanford Graduate School of Business, menambahkan bahwa keserakahan bukanlah fenomena baru, terutama dalam layanan keuangan, di mana uang berada. Keserakahan telah menjadi pendorong tindakan manusia sepanjang sejarah, termasuk dalam dunia keuangan.

Keserakahan terbukti menjadi bahan bakar penipuan finansial, mulai dari Wall Street pada 1980-an hingga skema kripto modern. Kurangnya pengawasan dan regulasi menciptakan peluang bagi pelaku kejahatan. Sistem kapitalisme dan pasar sendiri berorientasi pada keuntungan, yang dapat dieksploitasi oleh individu yang tidak bermoral.

Hilary Allen, seorang profesor hukum di American University, menekankan bahwa orang lebih mudah diperdaya ketika mereka tidak memahami bagaimana klaim yang disampaikan dapat dimanipulasi di balik layar. Hal ini diperparah oleh sifat psikologis manusia yang ingin percaya pada sesuatu atau orang lain.

Contohnya, kasus Billionaire Boys Club di Los Angeles pada 1980-an, sekelompok pemuda bermimpi cepat kaya melalui klub investasi eksklusif. Dipimpin oleh Joe Hunt, mereka terjebak dalam skema penipuan yang berujung pada skandal dan pembunuhan. Obsesi Hunt akan uang dan status perlahan berubah menjadi penipuan yang menjerat banyak orang.

Di abad ke-21, berbagai bentuk penipuan finansial terus memengaruhi orang di seluruh Amerika. Banyak aset digital, seperti memecoin, hanya bergerak karena hype, bukan karena nilai nyata, dan sering membuat investor kehilangan uang. Menurut laporan FBI, korban melaporkan kerugian lebih dari USD 5,6 miliar akibat penipuan kripto pada tahun 2023, naik 45% dibandingkan tahun 2022.

Pada April 2025, SEC mengumumkan telah menuntut seseorang karena menjalankan skema kripto palsu yang mengumpulkan USD 198 juta dari investor. Ramil Palafox menyalahgunakan USD 57 juta dana investor untuk membeli mobil Lamborghini dan barang-barang mewah, sambil menjalankan skema mirip Ponzi hingga proyek penipuannya runtuh.

Smith dari Pepperdine menjelaskan bahwa pasar keuangan setidaknya relatif transparan, sedangkan kripto, meskipun mengklaim dibangun di atas verifikasi penuh dan keterbukaan blockchain, masih memberi banyak peluang bagi pelaku jahat untuk memanfaatkan kurangnya informasi yang ada. Selain itu juga ada kurangnya regulasi.

Keserakahan bisa menjadi dasar kasus besar tentang korupsi dan pembunuhan, seperti Billionaire Boys Club. Namun, keserakahan dan penipuan juga bisa muncul sehari-hari, mulai dari email phishing hingga penipuan online. Dalam keseharian, bentuknya bisa sederhana seperti email phishing, investasi bodong, atau tawaran pasti untung.

Mengenai alasan orang tertarik mendengar kisah tentang keserakahan dan penipuan finansial, Smith mengatakan hal itu menyentuh inti emosi manusia yang bisa mereka rasakan. Ia menyarankan agar calon investor selalu menilai toleransi risiko pribadi, tidak terburu-buru, dan berdiskusi dengan penasihat keuangan atau orang terdekat sebelum mengambil keputusan.

Meskipun sudah banyak kisah peringatan tentang penipuan, banyak yang masih sering tertipu karena berpikir tidak mungkin dirinya yang jadi korban, kata Admati. Sebagai ekonom, salah satu hal yang kami pelajari dengan saksama adalah insentif dan bagaimana itu mendorong perilaku manusia.

Sekian informasi detail mengenai emosi membara dompet terbakar kisah tragis penipuan keuangan yang saya sampaikan melalui economy, news, indonesia, dunia Saya berharap artikel ini menginspirasi Anda untuk belajar lebih banyak kembangkan hobi positif dan rawat kesehatan mental. share ke temanmu. Terima kasih telah membaca

© Copyright 2024 - Berita Jitu Update Berita Terbaru dan Terkini
Added Successfully

Type above and press Enter to search.