Amplop Kondangan Kena Pajak? DPR vs DJP Memanas!
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3128420/original/073800900_1589459325-4812e48f-7a40-466e-b1ba-78586d4715fd.jpeg)
Beritajitu.net Bismillahirrahmanirrahim salam sejahtera untuk kalian semua. Hari Ini mari kita bahas tren Business, News, Indonesia, Dunia yang sedang diminati. Konten Yang Menarik Tentang Business, News, Indonesia, Dunia Amplop Kondangan Kena Pajak DPR vs DJP Memanas Tetap fokus dan simak hingga kalimat terakhir.
- 1.1. Jakarta, [Tanggal Hari Ini]
Table of Contents
Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan kembali posisinya terkait isu pajak amplop kondangan yang sempat ramai diperbincangkan. Klarifikasi ini muncul sebagai respons atas pernyataan anggota DPR yang menimbulkan kebingungan di masyarakat.
DJP membantah adanya rencana pemungutan pajak atas amplop yang diterima dalam acara hajatan atau kondangan, baik secara langsung maupun melalui transfer digital. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa tidak ada kebijakan baru terkait hal tersebut.
Rosmauli menambahkan, sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis memang dapat menjadi objek pajak, termasuk hadiah atau pemberian uang. Namun, ia menekankan bahwa jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan bukan menjadi prioritas pengawasan DJP.
“DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan, dan tidak memiliki rencana untuk itu,” tegas Rosmauli.
Sebelumnya, DJP telah mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025 pada 27 Februari 2025 tentang Kebijakan Penghapusan Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran dan/atau Penyetoran Pajak yang Terutang dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Sehubungan Dengan Implementasi Coretax DJP. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam masa transisi implementasi sistem coretax DJP.
Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP telah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku, maka sanksi administratif akan dihapuskan secara jabatan.
Kebijakan ini meliputi:
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) selain yang terutang atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 26 yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2025 yang dibayar setelah tanggal jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025.
- PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Januari 2025 dan Masa Pajak Februari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 10 Maret 2025.
DJP mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya dan selalu merujuk pada informasi resmi dari DJP.
Demikian informasi tuntas tentang amplop kondangan kena pajak dpr vs djp memanas dalam business, news, indonesia, dunia yang saya sampaikan Saya harap Anda menemukan sesuatu yang berguna di sini selalu bergerak maju dan jaga kesehatan lingkungan. silakan share ke temanmu. Terima kasih
✦ Tanya AI