BRIN Ungkap Dampak Solstis 2025: Indonesia Lebih Terik?
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5257802/original/075536600_1750324467-pedro-lastra-Y9utglm0VpQ-unsplash.jpg)
Beritajitu.net Halo bagaimana kabar kalian semua? Pada Kesempatan Ini mari kita teliti Technology, News, Indonesia, Dunia yang banyak dibicarakan orang. Ulasan Artikel Seputar Technology, News, Indonesia, Dunia BRIN Ungkap Dampak Solstis 2025 Indonesia Lebih Terik Pelajari seluruh isinya hingga pada penutup.
- 1.1. Candi Borobudur
Table of Contents
Pada tanggal 13 Januari 2016, Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, menjelaskan dalam sebuah wawancara bahwa perubahan posisi matahari memicu pergeseran pemanasan bumi, yang kemudian memengaruhi arah angin dan pergerakan awan.
Profesor astronomi dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Thomas Djamaluddin, pada tanggal 21 Juni 2025, mengungkapkan bahwa fenomena solstis adalah titik balik krusial dalam pergerakan semu tahunan matahari. Solstis utara menandai momen ketika matahari mencapai posisi paling utara di langit Bumi.
Djamaluddin menjelaskan bahwa fenomena solstis terjadi akibat kemiringan 23,5 derajat sumbu rotasi bumi. Kemiringan ini menyebabkan pergeseran posisi terbit dan terbenam matahari saat bumi mengorbit matahari.
Fenomena summer solstice terjadi karena kemiringan sumbu rotasi bumi saat mengelilingi matahari. Dampak dari titik balik matahari ini sangat signifikan bagi pola musim global, termasuk di Indonesia.
Menurut Djamaluddin, sejak 22 Desember hingga 21 Juni, titik terbit dan terbenam matahari secara bertahap bergeser ke arah utara. Pada 21 Juni, matahari tampak berhenti di titik paling utara sebelum bergeser kembali ke selatan.
Setelah solstis utara, angin umumnya mulai bertiup dari selatan ke utara. Angin ini mendorong pembentukan awan ke arah utara, sehingga Indonesia secara umum mulai memasuki musim kemarau.
Di Belahan Bumi Utara, solstis sering digunakan untuk menentukan awal musim panas. Namun, di Indonesia, dampaknya lebih terkait dengan peralihan musim kemarau.
Djamaluddin menekankan pentingnya memahami pola astronomi seperti solstis untuk sektor pertanian, mitigasi bencana, dan prakiraan musim di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dengan pemahaman yang baik, berbagai pihak dapat mengantisipasi peralihan musim dengan lebih efektif.
Jika Stonehenge sering menjadi sorotan saat solstis karena digunakan untuk memantau posisi matahari terkait musim, di Indonesia, masyarakat menggunakan bayangan stupa Borobudur untuk memantau posisi matahari terkait peralihan musim.
“Fenomena solstis utara bukan hanya peristiwa langit yang menarik tetapi juga berperan sebagai penanda awal musim, termasuk di Indonesia,” kata Djamaluddin.
Untuk meningkatkan literasi sains, profesor astronomi ini menekankan perlunya edukasi publik tentang fenomena-fenomena langit.
Candi Borobudur, sebagai warisan dunia UNESCO, telah direvitalisasi untuk memastikan kelestarian dan daya tariknya sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Demikian brin ungkap dampak solstis 2025 indonesia lebih terik telah saya jabarkan secara menyeluruh dalam technology, news, indonesia, dunia Jangan ragu untuk mencari tahu lebih lanjut tentang topik ini tingkatkan pengetahuan dan perhatikan kesehatan mata. Jika kamu mau semoga artikel berikutnya bermanfaat untuk Anda. Terima kasih.
✦ Tanya AI